“Love For Sale 2”, Arini Itu Baik, Ekspektasi Kita Yang Membuatnya Nampak Jahat Halaman All
Sebab rasanya long stretch sekali untuk mempercayai apa yang sudah dipersiapkan Arini buat dirinya. Elemen cerita ‘pacar bo’ongan’ memang bukan hal baru dalam cerita movie. Kita sudah cukup sering mendapat narasi seputar seseorang yang terlalu lama sendiri, kemudian memalsukan hubungan, dan terjerat menjadi benar-benar cinta. Love for Sale melakukan hal ini dengan sangat baik, karena kita benar-benar diperlihatkan betapa menyedihkan kehidupan Richard sebagai – ah, mengambil istilah yang dilontarkan oleh tetangganya – bujang lapuk. Film ini punya babak setup yang menarik, interaksi antara Richard dengan tokoh-tokoh lain tergambarkan dengan manusiawi.
Perilakunya yang manis makin meneguhkan hati Mama dan Ican untuk segera meminangnya. Adegan romantis antara Ican dan Arini pun bahkan baru disuguhkan pada pertengahan film. Ini sangat berbeda dari movie pertama di mana interaksi antara Arini dan Richard dilakukan dengan begitu intens dan apik.
Jika tak awas, kita sendiri bisa menuju ke masa cyberpunk itu. Di lingkungan urban di arc Richard, Arini menjelma menjadi karakter yang penuh inisiatif dan pinter ngeles. Di perkampungan Ican, Arini berubah jadi pribadi yang kalem nan supel. Jika Richard membutuhkan cinta untuk dirinya sendiri, beda kasus dengan Ican yang banyak “cinta”.
Meski tidak sebagus movie pertamanya, tentu tidak adil jika menilai Love for Sale 2 bukanlah film yang bagus. Para aktor dan aktris yang berkecimpung di dalamnya sukses memainkan lakon mereka masing-masing dengan sangat baik. Akting Ratna Riantiarno sebagai Rosmaidah juga sangat layak diacungi jempol dalam movie ini. Tak butuh waktu lama untuk Arini untuk mengambil hati Rosmaidah. Alih-alih mencari pasangan untuk diajak menikah, Ican malah menyewa jasa seorang perempuan dari aplikasi Love.inc untuk menjadi pacar bayarannya.
Film dibuka dengan resepsi pernikahan adat Minang lengkap dengan tari piring dan dekorasi berwarna emas yang memberikan kesan mewah. Tak cuma itu, penggunaan bahasa Minang dalam beberapa dialognya pun meyakinkan penonton kalau kisah ini sangat dekat dengan orang Minang yang tinggal di perantauan. Satu hal yang saya sangat suka dari film Love For Sale, baik yang pertama atau yang kedua adalah setting yang sangat membumi dan dekat dengan kehidupan masyarakat ekonomi kelas menengah. Mulai dari lokasi rumah yang berada di dalam gang kecil, berangkat kerja menggunakan transportasi umum hingga kebiasaan nongkrong sembari minum kopi dan bermain catur.
Pesan dan tema keluarga yang diusung pun nantinya bisa tersampaikan dengan optimum, terasa begitu emosional hingga tidak sedikit yang tidak bisa menahan air mata. Kalau boleh jujur, saya adalah satu dari banyak pemuda selalu pesimis dengan movie-film Indonesia.
Sepertinya Mamah Ros tidak setuju dengan pernikahan ini, sehingga dia membenci Maya dan menganggap dia mempengaruhi Ndoy untuk menikahinya. Arini yang pertama adalah wanita yang inisiatif, berani maju membuat keputusan untuk mengimbangi Richard yang penuh keraguan. Arini yang kedua adalah wanita serba bisa yang pemalu, selalu siap menjadi wadah curhat bagi Mamah Ros dan ‘malaikat’ penyelamat bagi keluarga Sikumbang yang selalu penuh konflik. Tidak ada adegan yang menjelaskan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, semuanya hanya bisa dapat dan dimengerti jika kita sabar, detail dan tekun mendengar setiap narasi yang ada. Jadi pada intinya sih, saya menemukan banyak sekali ‘rasa’ dan pengalaman menonton baru di film Love for Sale 2 ini jika dibandingkan dari movie sebelumnya.
Tujuan Richard adalah memperistri Arini, dan ini membuktikan dia menghargai cinta di atas kepura-puraannya. Dan finally, Richard belajar bukan semata perasaan dicintai yang penting, yang ia cari – melainkan kemampuan untuk menyintai dengan tulus, dan ini dia buktikan kepada orang-orang di sekitarnya. Ending film ini sangat highly effective, melihat Richard yang menyadari Arini adalah rebound yang ia butuhkan untuk menemukan kembali kemampuannya untuk move on dan mengenali cinta di manapun dia berada. Film Love for Sale nunjukin bahwa film cinta enggak melulu soal roman atau drama. Kehidupan sehari-hari juga bisa bikin ruh movie ini begitu terasa kedalamannya.
Cerita yang disuguhkan bikin penonton bisa ikut berempati dengan karakter utama. Dialog celetukan dalam film ini pun jadi kritik sosial dari permasalahan negara dan masyarakat saat ini. Bahkan, hal itu udah bisa lo bayangin meski baru nonton cuplikannya. Demi menyenangkan hati Rosmaidah, Ican meng-orderpacar bayaran yang bisa berakting menjadi orang Minang dan taat beribadah. Sehari setelah pemesanan, sosok Arini pun muncul di depan pintu rumah keluarga Ican.
Narasi yang dilakukan semua karakter tidak dilakukan secara again-to-back dimana karakter akan berbicara setelah karakter lain selesai berbicara. Narasi di film ini tidak jarang dibuat overlap, saling mengisi, saling kontra dan saling tidak mau kalah, persis seperti yang dijelaskan oleh video ini. Dengan begitu, terciptalah chemistry antar keluarga yang realistis dan menghasilkan konflik yang terdengar, terlihat, dan terasa begitu nyata. Jika dilihat dari komposisi karakter, Love for Sale 2 jelas punya jumlah karakter yang berperan lebih banyak jika dibandingkan dengan movie pertamanya. Saya pikir ini masuk akal, karena memang untuk menciptakan suatu cerita tentang keluarga dibutuhkan banyak variabel, banyak sifat, dan butuh banyak variasi karakter yang berperan didalamnya.
Contohnya, saya pribadi tidak punya ekpektasi yang tinggi saat menonton film Love for Sale yang pertama. Waktu itu bahkan saya menonton di sebuah studio sinema indie karena tidak tertarik untuk menonton di bioskop, menganggap movie ini hanyalah drama romcom lain yang menjual kisah cinta-cintaan. Dari kesimpulan tersebut, IDN Times memberikan skor 3,9/5 untuk Love for Sale 2.
Penelitian Di Makam Kawah Tekurep Balai Arkeologi Sumsel Coaching Klinik Kepada Mahasiswa Spi Uin Rf
Komedi yang hadir darinya juga timbul tanpa cita rasa dibuat-buat. Kita dapat dengan mudah ikut merasakan urgensi dari tekanan cerita. Ngomongin Love for Sale berarti ngomongin misteri, yang mungkin jadi salah satu alasan utama kenapa movie Love for Sale begitu ditunggu oleh penggemarnya.