Dua Garis Biru Review
Sebenarnya tulisan ini dibuat sangat private bagi penulis, karena sejak teaser pertama keluar beberapa bulan yang lalu penulis langsung terpikat dengan tone dan visible yang diangkat di film ini. Sehingga beberapa kali walau waktu itu baru berupa teaser penulis sudah menjadikan movie ini sebagai bahan kajian di beberapa kelas kuliah penulis. Mengesampingkan hal itu tadi nyatanya movie ini memang layak ditunggu dan disaksikan. Kali ini ada satu movie yang sangatt menarik untuk dibahas jadi daripada berlama – lama yok langsung aja kita meluncur!!!!. Sampai akhirnya, mereka melanggar batas yang menyebabkan Dara hamil.
Dari perbedaan kelas ini pula muncul bagaimana penentuan keputusan hadir. Bagaimana satu persatu keputusan yang diambil bermula dari luapan emosi, perlahan digiring untuk membuka pintu dialog yang lebih lebar dan dewasa. Ia berharap penonton bisa menikmati serta mengerti pesan yang hendak disampaikan melalui Dua Garis Biru.
Selain menggembirakan, pencapaian ini terbilang mengejutkan. Pada satu scene Dara sedang berada di kamarnya yang dipenuhi dengan poster artis korea favoritnya.
Aku sangat berharap slot Pemeran Utama Wanita dan Pria di ajang penghargaan film Indonesia tahun ini harus memasukkan mereka berdua. Jajaran supporting casts juga tampil tak kalah memuaskan. Duet maut Arswendi Beningswara – Cut Mini dan Dwi Sasono – Lulu Tobing begitu luar biasa mengaduk-aduk perasaan penonton. Maisha Kanna sebagai Puput, adiknya dari Dara juga porsinya pas banget tidak berlebihan.
Sikap masing-masing karakter terutama orangtua dari mereka juga tak kalah bagusnya. Tak cuma itu saja, konflik yang dihadirkan untuk karakter Bima dan Dara pun tidak mengada-ngada. itu cukup sensitif sehingga mengalami terus penundaan berkali-kali. Sebuah insiden terjadi yang menyebabkan semua rahasia Bima dan Dara terbongkar. Dara dengan sangat terpaksa dikeluarkan oleh sekolah sementara Bima dipertahankan dengan alasan ia akan bertanggung jawab sepenuhnya atas kondisi Dara saat ini.
Drama tuntutan tanggungjawab pun tak dapat terhindarkan. Dan mimpi Dara ke Korea tampak semakin menjauh dari jangkauannya. Film ini tak hanya berhasil menyajikan kenyataan pahit mengenai isu hamil di luar nikah dan pernikahan usia dini. Keluarga Bima dengan segala kapasitasnya dan ketaatan beragama memutuskan untuk ngelamar Dara, biar sah gitu mereka dinikahin secara agama, mungkin juga biar standing anaknya resmi.
Alih-alih menjadi movie rasa FTV, film ini mampu mengemas premis sederhana dengan konteks lokal yang kuat. Selain itu, kritik terhadap diskriminasi gender yang disisipkan di film ini terasa cukup dan enggak berlebihan. ‘Dua Garis Biru’ berhasil memperoleh sejuta penonton tahun ini.
Dan merunut ke adegan di UKS, dimana kehamilan Dara terbongkar dihadapan kedua pihak orang tua, langsung saling menuding, “salah anak kamu,”… “Ini anak KITA.”. Pesannya adalah apapun yang terjadi, benar maupun salah, efeknya ditanggung oleh keluarga.
Ada banyak sindiran-sindiran semacam itu yang memang sengaja dipaparkan Gina dengan dingin, dan dituntaskan dengan solusi mutlak di ujung film. Solusi yang mungkin akan ganjil di mata masyarakat misoginis, tapi penting untuk dihadirkan. Sebuah kontroversi yang cukup untuk membuat Dara dan Bima pantas jadi karakter favorit. Lagi, untuk kejeliannya mengobservasi dan menjabarkan problematika ini, debut Gina sebagai sutradara ini perlu dirayakan.
Sepanjang Film Dua Garis Biru, Ada Beberapa Makna Tersembunyi Yang Tidak Kamu Sadari Dirangkum Dari Channel Youtube Cine Crib:
Pengambilan sort gambar perbedaan keluarga Dara di perkotaan yang sangat kaya raya, berbeda dengan shoot keluarga Bima di perkampungan yang berkecukupan. Akting jempolan dari Zara JKT48 sebagai Dara makin terasa lengkap ketika beradu akting dengan Angga Yunanda sebagai Bima. Hebatnya seorang Angga, ekspresinya dapat menyampaikan sebuah dialog. Dekat dengan pengarahannya, Gina juga ingin menyampaikan banyak pesan sejak awal movie.